Label

Minggu, 09 Februari 2014

Penatalaksanaan Nyeri Akut ( Acute Pain Management)

Nyeri merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang subjektif yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau kecenderungan untuk akan terjadinya kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Nyeri dapat digolongkan menjadi 2, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
  • Nyeri akut merupakan nyeri yang menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception) biasanya terjadi kurang dari 1 bulan
  • Nyeri Kronis nyeri yang tanpa terjadi kerusakan jaringan yang nyata (Pain without nociception) yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama, biasanya terjadi lebih dari 3 bulan

Nyeri selain menimbulkan suatu penderitaan, nyeri juga memberikan keuntungan bagi tubuh, meliputi fungsi proteksi, defensif dan penunjang diagnosis
  • Fungsi proteksi  -> sensible nyeri dapat menyebabkan seseorang mengalami nyeri untuk bereaks terhadap trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan
  • Fungsi Defensif -> memungkinkan penderita mengalami imobilisasi organ tubuh mengalami inflasi atau patah sehingga sensible yang dirasakan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.
  • Penuntun diagnosis -> misalnya nyeri kontraksi uterus, nyeri pada appendicitis.

Pada penderita nyeri yang kronis misalnya pada kangker stadium lanjut nyeri yang dirasakan tidak lagi berperan dalam mekanisme proteksi, defensif, dan penuntun diagnosis

Mekanisme nyeri




Mekanisme nyeri terdiri dari 4 proses elektro fisiologi nociseptif. 4 proses tersebut meliputi Transduksi, Transmisi, Modulasi, Persepsi
  1. Transduksi -> proses perubahan stimulus menjadi impuls saraf. Stimulus nyeri akan di terima oleh nociceptor pada ujung saraf bebas A delta dan C kemudian mengalami perubahan atau diterjemahkan menjadi aktivitas fisik pada impuls saraf.
  2. Transmisi -> proses penyaluran impuls sarah melalui serabut saraf sensoris menuju ke medulla spinalis. Impuls tersebut dibaea oleh serabut saraf A delta dan C.
  3. Modulasi -> Proses interaksi antara analgesik endogen dengan impuls nyeri yang masuk ke dalam kornu posterior medulla spinalis. Sistem analgesik endogen meliputi enkafalis, endorphin, serotonin, norepinefrin. Dengan demikian kornu posterior seperti sebuah gerbang yang dapat tertutup atau terbuka yang dipengaruhi oleh sistem analgesik endogen tersebut.
  4. Persepsi -> Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik mulai dari proses tansduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

Respon Tubuh Terhadap Nyeri 

Respon tubuh terhadap nyeri berupa terjadinya respon hormonal melalui mobilisasi hormon - hormon katabolisme dan reaksi imunologis yang secara umum disebut respoon stress. Respon nyeri amatlah merugikan tubuh karena dapat menurunkan cadangan makanan, daya tahan tubuh, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, mengganggu fungsi respirasi, dan segala konsekuensi dari gangguan tersebut, dan pada akhirnya dapat menyebabkan tromboemboli dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas.

- Respon Endokrin
Adanya rangsangan nociseptif atau nyeri dapat menyebabkan reaksi hormonal bifasik, yaitu terjadi peningkatan pelepasan hormon - hormon katabolisme, meliputi kotekolamin, kortisol, Angiotensin II, ADH, ACTH, GH, dan glukagon disertai adanya penekanan atau penurunan dari sekresi hormon yang bersifat anabolik, seperti insulin. Dampak dari respon hormonal tersebut menyebabkan terjadinya hiperglikemia akibat resistensi inulin disertai dengan adanya glukoneogenesis melalui pemecahan protein dan lipolisis.Aldosteron, Kortisol , dan ADH akan menyebabkan retensi natrium dan air. Kotekolamin akan merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah. Dengan demikian terjadilah siklus vitriosus.

- Efek Nyeri Terhadap Sistem Kardiovaskular Dan Respirasi
Pelepasan kotekolamin, aldosterone, kortisol, ADH, dan aktivasi angiotensin II aka menimbulkan efek pada kardiovaskular. Efek tersebut terjadi pada miokardium, pembuluh darah dan regulasi Natrium dan air didaam tubuh. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi. Kotekolamin menimbulkan takikardia, meningkatkan kontaktilitas otot jantung dan resistensi vaskular perifer yang menimbulkan hipertensi. Takikardia dan disritmia dapat menimbulkan iskemiamyokardium. Adanya retensi Na dan air  juga menimbulkan resiko gagal jantung kongesti.
Bertambahnya cairan ekstraseluler di paru menimbukan kelainan ventilasi perfusi. Nyeri didaerah dada atau abdomen akan menimbulkan peningkatan  tonus otot didaerah tersebutsehingga menimbulkan resiko hipoventilasi, kesulitan bernafas dlam dan mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah mengalami penyulit atelectasis dan hipoksemia.

-Efek Nyeri Terhadap Sistem Organ Lain
Peningkatan aktivitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri. Terhadap fungsi imunlogik, nyeri akan menimbulkan limfopenia, leukositosis, dan depresi RES. Akibatnya resistensi terhadap kuman patogen menurun. Kemudian terhadap fungsi koagulasi, nyeri akan menimbulkan perubahan viskositas darah dan fungsi platelet. Terjadinya peningkatan adesivitas trombosit. Ditambah dengan efek kotekolamin yang menimbulkan vasokonstriksi dan imobilisasi akibat nyeri maka akan mudah terjadi komplikasi trombosis.

-Efek Nyeri Terhadap Mutu Kehidupan
Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, tidak mampu bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan / minum, cemas, gelisah, perasaan tidak akan tertolong dan putus asa. Keadaan saat ini mengganggu kehidupan normal penderita sehari – hari.


Penilaian Nyeri
Nyeri secara kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat.
  1. Nyeri ringan merupakan Nyeri yang hilang timbul terutama ketika melakukan aktivitas sehari –hari dan hilang ketika istirahat atau pada waktu tidur
  2. Nyeri Sedang merupakan Nyeri yang terus menerus, mengganggu aktivitas dan hilang terutama saat penderita tidur.
  3. Nyeri Berat merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus , mengganggu aktivitas, dan tidur pasien. Nyeri tidak hilang ketika tidur, bahkan pasien terjaga sewaktu tidur akibat nyerinya.


Terdapat cara lain untuk menentukan derajat nyeri, diantaranya numeric pain scale dan visual anolog scale (VAS)

Numeric Pain Scale / Numeric Rating Scale (NRS)
merupakan penilaian nyeri secara semi kuantitatif dengan menggunakan penggaris yang diberi angka pada sekala 0 yang berartitidak nyeri 10 untuk nyeri yang sangat maksimal. 



  • 0 = Tidak nyeri
  • 1 s/d 3 = nyeri ringan
  • 4 s/d 6 = nyeri sedang
  • 7 s/d 10= nyeri berat
Visual Analog Scale merupakan suatu intrumen penilaian nyeri berdasarkan karakteristik dan tingkah laku psien yang mengalami nyeri.



Penggolongan Nyeri

Nyeri dapat digolongkan dengan berbagai cara, diantaranya

  • Menurut jenisnya : Nyeri nociceptif, Nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik
    • Nyeri Nociceptif -> Nyeri yang berasal dari aktivasi nociceptor. Nyeri nociceptif digolongkanjadi 2, meliputi nyeri somatik dan visceral.
      • Nyeri Somatik ->Nyeri nya tajam, terlokalisasi dengan baik, nyeri muncul konstan
      • Nyeri visceral ->crampy, konstan tidak terlokalisasi dengan baik, dan biasanya nyeri mengalami rujukan (Referred pain)




    • Nyeri Neurogenik -> Nyeri yang terjadi akibat dari suatu lesi atau penyakit yang mempengaruhi sistem somatosensory
    • Nyeri Psikogenik -> Nyeri yang disebabkan karena respon atau fungsi yang abnormal dari sistem saraf tanpa defisit neurologis ataupun abnormalitas perifer.
  • Menurut timbulnya nyeri : Nyeri akut dan nyeri kronik
  • Menurut Penyebabnya : Nyeri onkologik dan non okologik
  • Menurut Derajat Nyerinya : Nyeri ringan, sedang atau berat

Manajemen Nyeri 

Beberpa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan nyeri adalah

  1. Jangan memberikan obat apapun sebelum benar - benar dibutuhkan
  2. Tentukan diagnosis nyeri dengan tepat
  3. Memakai modalitas pengobatan dengan benar
  4. Harus konsisten, tidak bolah berubah - bah atau terputus
  5. Usahakan per oral
  6. Pada nyeri kronis, ikuti # stepladder analgesic WHO
  7. TEntukan jenis obat dan dosis secara individual
  8. Cermati dengan seksama perubahan keadaan penderita
- WHO 3-step analgesic ladder



  1. Pada mulanya langkah pertama hendaknya menggunakan obat analgesik non opiat
  2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu ditambahkanobat opioid lemah misalnya kodein
  3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka sebagai langkah ke tiga disarankan menggunakan opioid keras yaitu morfin.
Namun penatalaksanaan nyeri WHO 3 step analgesic Ladder berdasarkan derajat nyeri
  • Step 1 -> untuk nyeri ringan (1-3). Terapi pada step ini menggunakan obat pilihan non - opioid, meliputi paracetamo, NSAID, +- adjuvant (Tricyclic antidepressant atau anticonvulsant therapy)
  • Step 2 -> untuk nyeri sedang ( 4-6). Terapi pada step ini menggunakan kombinasi opioid potensi ringan atau sedang dengan analgesik non opioid +- adjuvant
  • Step 3 -> untuk nyeri Berat (7-10) . Terapi ini menggunakan opioid kuat +- non opioid +- adjuvant

Analgesic Drugs





A. Paracetamol
B. NSAID
  • Aspirin
  • Natrium Diclofenac
  • Kalium Diclofenac
  • Ketorolac
  • Ibuprofen
  • Piroxicam
  • Meloxicam
  • Metampiron
  • Celecoxib
C. Tramadol
D. Opioid
  • Low Efficacy
    • Codein
    • Dihidrocodein
  • Moderate Efficact
    • Bupranorphine
    • Meptazinol
  • High efficacy
    • Morphine
    • Petidine
    • Fentanyl





0 komentar:

Posting Komentar