Evaluasi klinis cairan intravascular dapat dilakukan melalui
beberapa cara, baik secara fisik, laboratorium, maupun teknik monitor
hemodinamik yang canggih. Evaluasi cairan intravaskuler ini penting untuk
dimonitor karena kebanyakan operasi bedah membutuhkan evaluasi terhadapa
cairan, defisit elektrolit, dan kehilangan cairan tubuh. Pemeriksaan yang
dilakukan dapat meliputi
- Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien untuk
mengetahui tanda tanda hipovolemia meliputi, turgor kulit, hidrasi membran
mukosa, palpasi pulsasi, laju jantung, tekanan darah, perubahan orthostatic
dari posisi berbaring menjadi posisi duduk atau berdiri dan urine output
Adanya pitting edema (pada
presacral atau pretibial) dan peningkatan urin output, terjadi pada pasien yang
mengalami hipervolemia pada pasien dengan fungsi hepar, jantung, dan renal yang
normal. Tanda selanjutnya menunjukkan adanya takikardi, sianosis, pink, pulmonary
crackles, wheezing, dan sekresi respirasi yang berbusa
- Pemeriksaan Labortorium
Pemeriksaan laboratorium yang
biasa dilakukan meliputi, pemeriksaan hematokrit serial, pH darah arteri,
spesifik gravity urin, osmolalitas darah, sodium dan klorida urin, sodium
serum, rasio kreatinin : BUN. Pada pasien yang mengalami dehidrasi terjadi peningkatan
hematokrit, asidosis metabolik yang progresid, specific gravity > 1,010,
urin sodium < 10mEq/L, osmolalitas > 450 mOsm/Kg, hipernatremia, dan
rasio kreatin : BUN > 10:1. Pemeriksaan laboratorium tidak secara konsisten menunjukkan terjadi hipervolemia. Hipervolemia apat dilihat dengan menggunakan pemeriksaan radiologi yaitu melalui pemeriksaan rontgen thorax, dimanan menunjukkan peningkatan vaskularisasi paru, dan tanda interstitial (Kerly "B" line) atau infiltrasi alveolar yang difus.
- Pemeriksaan Hemodinamik
Pemeriksaan hemodinamik canggih yang dilakukan adalah Central Venous Pressure (CVP) dan Pulmonary Occlusion Artery Pressure (POAP).
- CVP (Central Venous Pressure) : dilakukan untuk mengetahui volume darah yang sulit untuk diperiksa atau ketika kita ingin mengetahui perubahan yang cepat atau perubahan besar yang terjadi pada volume darah. Hasil pemeriksaan CVP harus diperiksa dan diinterpretasikan dengan cepat. Nilai < 5 mmHg mengindikasikan jumlah yang normal apabila tidak disertai tanda lain dari hipovolemia. Namun perlu juga untuk mengetahui respon terhadap pemberian bolus cairan sebanyak 250 ml. Apabila setelah pemberian bolus didapatkan peningkatan yang kecil (1-2 mmHg), ini menandakan perlunya untuk menambahkan cairan untuk rehidrasi. Namun apabila terjadi peningkatan yang besar setelah pemberian bolus tersebut, maka perlu untuk memberikan cairan dengan kecepatan pemberian yang lambat dan kemudian diikuti dengan reevaluasi status volume. Apabila nilai CVP lebih besar dari 12 mmHg, ini menandakan adanya hipervolemia dengan syarat tidak ada disfungsi ventrikel dekstra, peningkatan takanan intrathorakal, ataupun penyakit perikardial yang restriktif.
- PAOP (Pulmonary Artey Occlusion Pressure) dilakukan ketika pemerikasaan dengan menggunakan CVP tidak memiliki korelasi dengan klinis atau ketika terjadi disfungsi ventrikel dekstra. PAOP yang kurang dari 8 mmHg menandakan hipovolemia disertai dengan kondisi klinis yang sesuai. Jika hasil PAOP lebih dari 18mmHg, ini menandakan terjadi voleme diastolik pada ventrikel kiri yang overload. Hasil dari PAOP ini dapat di pengaruhi oleh kondisi - kondisi tertentu, seperti adanya penyakit pada valvula mitral(stenosis), stenosis aorta berat, atau mixoma atau trombus arteri sinistra. Selain itu peningkatan tekanan intrathorakal juga dapat menyebabkan hasil eror, sehingga semua pengukuran tekanan (baik PAOP maupun CVP_ harus dilakukan dalam keadaan akhir ekspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar